MENGUSAHAKAN KEBERKAHAN DALAM PENGHASILAN
Harta yang berkah adalah harta yang disenangi Allah. Ia adalah harta yang jelas jelas halal. Harta barakah tidak harus banyak. Sedikit tapi berkah lebih baik daripada yang banyak tetapi tidak berkah. Untuk mendapatkan keberkahan harta harus halal. Karena Allah tidak mungkin memberkahi harta yang haram.
Harta yang halal tidaklah sama dengan harta yang haram. Sekalipun harta yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Sekali lagi tidaklah sama antara harta halal dengan harta haram. Harta haram adalah harta yang “khabits” jelek atau menjijikkan. Jelek di mata Allah Ta’ala dan jelek akibatnya bagi badan manusia dan juga amalnya.
Kata khabits menunjukkan sesuatu yang menjijikkan, seperti kotoran atau bangkai yang busuk dan tidak pantas untuk dikonsumsi karena akan merusak tubuh baik fisik maupun mental. Tidak ada manusia yang mau memakan kotoran yang busuk. Sementara harta halal disebut dengan istilah thayyib, artinya baik. Menyenangkan dan sangat membantu kesehatan fisik dan mental jika dikonsumsi.
Secara mentalitas dan psikologis harta mampu memengaruhi hati manusia. Harta haram apapun bentuknya yang diperoleh dari hasil mencuri, merampok, menipu, korupsi, illegal loging, riba, suap dan lain sebaginya, hanya akan menuntun pemiliknya untuk menjadi rakus dan kejam. Mengalami kebutaan hari nurani karena tidak mampu lagi membedakan mana harta yang baik dan tidak baik. Hanya hewanlah yang berperilaku demikian, memakan apa saja yang ada di hadapannya tanpa peduli siapa pemilik dari makanan tersebut.
Seorang yang terbiasa mengonsumsi harta haram jiwanya akan meronta-ronta. Merasa tidak tenang, tanpa diketahui sebabnya. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus menyeretnya ke lembah yang semakin jauh dari Allah. Lama kelamaan ia tidak merasa lagi berdosa dengan kemaksiatan. Berkata bohong menjadi akhlaknya. Ia merasa tidak enak kalau tidak berbuat keji. Karenanya tidak mungkin harta haram -sedikit apalagi banyak- mengandung keberkahan. Allah sangat membenci harta haram dan pelakunya. Seorang yang terbiasa menikmati harta haram doanya tidak akan Allah terima: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan bahwa ada seorang musafir, rambutnya kusut, pakaiannya kumal, menadahkan tangannya ke langit, memohon: “Yaa rabbi yaa rabbi, sementara pakaian dan makanannya haram, mana mungkin doanya diterima,” (HR. Muslim).
Maka, mengusahakan penghasilan yang halal dan diberkahi menjadi hal yang wajib. Tidaklah ada artinya jika keberkahan dalam usaha telah Allah cabut. Apa artinya anak yang banyak jika anak anak tersebut tidak dinafkahi dari harta yang berkah. Apalah artinya istri yang cantik jika jauh dari harta yang berkah. Harta yang tidak berkah akan melahirkan anak anak yang tidak berbakti pada Allah Ta’ala dan orang tuanya. Istri yang tidak diberkahi hanyalah akan melahirkan watak istri yang durhaka pada sumainya. Akhirnya keluarga jauh dari keluarga sakinah.
Agar penghasilan berkah
Diantara perkara perkara yang harus dilakukan seseorang agar penghasilannya halal dan berkah diantaranya adalah;
Pertama ; Belajar dan berusaha mengetahui halal dan haram pada pekerjaan yang sedang ia geluti. Jika ia seorang pedagang, maka wajib baginya untuk mengetahui perkara halal dan haram dalam jual beli.
Para penjual dan pembeli hari ini banyak yang tidak mengetahui ilmu berkaitan dengannya. Sehingga banyak diantara mereka yang menjual dan membeli barang barang yang dilarang oleh syari’at. Atau melakukan praktek jual beli yang dilarang syari’at. Maka belajar ilmu jual beli wajib bagi para pedagang.
Oleh karena itu, Umar bin Khottob pernah memperingatkan orang-orang yang tidak paham prinsip muamalah untuk tidak berdagang di pasar. ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا .
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” Mughnil Muhtaj, 6/310.
Imam Malik juga meriwayatkan bahwa beliau memerinthkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang orang pasar. Lalu beliau menguji mereka satu persatu. Saat beliau mendapati diantara mereka ada yang tidak mengetahui hukum halal dan haram tentang jual beli, beliau melarangnya masuk kepasar dan menyuruhnya untuk mempelajari fikih muamalat. Bila telah paham, maka orang tersebut dibolehkan masuk pasar. [ Tanbih al ghafilin hal. 364].
لَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ يَشْتَغِلُّ بِالْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ مَا لَمْ يَحْفَظْ كِتَابِ الْبُيُوْعِ
Seseorang tidak halal untuk melakukan akad jual beli selagi dia belum menguasai bab fiqih jual beli. [Lisanul Hukkam. Hal. 359.]
Dalam sebuah hadist disebutkan ;
إِنَّ التُّجَّارَ هُمْ الْفُجَّارُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَيْسَ قَدْ أَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ قَالَ بَلَى وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ وَيَحْلِفُونَ وَيَأْثَمُونَ
“Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah; Hakim berkata: “Sanadnya shahih”, dan beliau disepakati Adz Dzahabi, Al Albani berkata, “Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua”, lihat Silsilah Ash Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).
Dari sinilah penting padagang untuk belajar masalah jual beli agar aktifitas jual beli menjadi aktifitas yang diridhai Allah ta’ala.
Termasuk juga pekerjaan pekerjaan yang lain. Jika seseorang bekerja pada sebuah perkantoran, maka dia harus mempelajari perkara halal haram yang terkait dengan pekerjaannya.
Kedua; jujur dalam bermuamalah ataupun dalam pekerjaannya. Seorang mukmin sangat jauh dari sifat bohong. Dan kebohongan itu akan membawa seseorang pada perbuatan dosa dosa yang lainnya. Dan kebohongan itu akan menghapus keberkahan pada penghasilan seseorang.
Rasulullah telah bersabda terkait dengan pedagang yang tidak jujur sebagaimana dalam hadist ;
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا –أَوْ قَالَ :حَتَّى يَتَفَرَّقَا- فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Penjual dan pembeli itu diberi pilihan (antara meneruskan jual beli atau membatalkannya, -pent.) selama keduanya belum berpisah—atau beliau berkata, ‘Sampai keduanya berpisah’. Apabila keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang, –pent.), keduanya jual beli keduanya diberkahi. Namun, apabila keduanya menyembunyikan dan berdusta, akan dihilangkan keberkahan jual beli keduanya.” (HR. al-Bukhari, no. 2079, dan Muslim, no. 3836).
Jujur yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah menjelaskan cacat dan aib barang yang dijual. Jika itu dilakukan, maka Allah akan menjadikan keberkahan pada jual beli tersebut. Sipenjual akan mendapatkan kemanfaatan yang banyak dari uang tersebut. Demikian pula orang yang membeli barang tersebut juga mendapatkan banyak manfaat darinya. Tetapi jika tidak jujur, maka keberkahan itu akan hilang. Dan uang dan barang tersebut tidak akan membawa kemanfaatan kecuali hanya sedikit. Demikian pula pada pekerjaan pekerjaan yang lain. Jika seorang pegawai tidak jujur dalam mengisi data, mengolah data data bohong kepada atasannya, maka Allah akan cabut keberkahan pada gajinya.
Ketiga adalah ; berpagi pagi dalam menunaikan pekerjaan atau dalam belajar jika ia seorang pelajar. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
اَللّهُمَّ بَارِكْ ِلأُمَّتِي فِى بُكُوْرِهَا
Artinya : “Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di pagi harinya.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma).
Kualitas hidup seseorang antara lain dapat terlihat dari kebiasaannya sehari-hari yang secara konsisten dilakukannya. Salah satu kebiasaan baik itu adalah bangun pagi. Bahkan bukan hanya bangun pagi, tetapi bangun sepagi mungkin. Kalimat “bukuriha”, atau waktu “bukur” artinya pagi buta.
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menjelaskan, waktu pagi adalah waktu untuk menuai pahala yang berlimpah. Karena itulah, maka kebiasaan para Nabi utusan Allah, yang menjadi menjadi kebiasaan Para Sahabat Nabi, orang-orang shalih, para mujahidin fi sabilillah, dan orang-orang yang yang syahid di jalan-Nya, adalah bangun sepagi mungkin. Diawali dengan Shalat Tahajud di sepertiga malam yang akhir. Kemudian dilanjutkan dengan Shalat Shubuh berjama’ah, membaca Al-Quran dan beraktivitas pagi sesuai pekerjaan masing-masing.
Keberkahan waktu pagi itulah yang kemudian dikejar oleh banyak umat Islam sejak generasi sahabat. Rasulullah sendiri mencontohkan, beliau biasa memberangkatkan pasukan di pagi hari.itulah beberapa tips agar pekerjaan dan penghasilan kita diberkahi Allah Ta’ala.
Semoga Allah Ta’ala selalu memberkahi pekerjaan kita, dan juga memberkahi hasil keringat kita sehingga keluarga ringan untuk beramal shalih. Aamiin.