PESONA DUNIA DIMATA MANUSIA
Dunia ini memang indah dipandang mata. Sehingga banyak mata yang terpesona melihatnya. Dunia ini memang terasa nikmat jika dirasakan. Sehingga banyak orang yang tenggelam dalam kenikmatan dan lalai akan hari kemudian. Berbahagialah orang yang bisa mengambil dunia dengan tidak tamak dan hati bersih serta hanya mencarinya dengan jalan yang halal saja. Dan celakalah orang yang terpesona dengan dunia, mencarinya dengan jalan yang tidak benar hingga ia tenggelam tanpa sadar bahwa dunia akan ia tinggalkan.
Sikap manusia terhadap dunia
Tercelanya dunia sebenarnya bukan tercelanya bumi ini dan apa-apa yang ada di dalamnya seperti laut, daratan, gunung dan yang lainnya. Akan tetapi tercelanya dunia ini dikarenakan penghunianya yang kebanyakan tidak menggunakan dunia ini dengan benar sesuai kehendak Allah Ta’ala.
Dari sinilah seseorang akan mengetahui kelompok manusia dan sikap mereka terhadap dunia. Tujuannya adalah agar kita terjauh dari kelompok yang dimurkai Allah dalam mensikapi dunia ini. Dr. Ahmad Farid dalam buku beliau Tazkiyatun nafs wa tarbiyatuha kamaa yuqorriruha ‘Ulamaus salaf membagi menjadi dua. Diantaranya adalah :
Pertama : Orang-orang yang mengingkari bahwa tidak ada negeri akhirat. Tidak ada pahala dan jannah serta dosa dan neraka di akhirat sana. Tentang hal ini Allah Ta’ala berfirman :
إَنَّ الَّذِينَ لاَ يَرْجُونَ لِقَاءنَا وَرَضُواْ بِالْحَياةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّواْ بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ # أُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمُ النُّارُ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” [ QS. Yunus : 7 – 8 ].
Tidak ada dalam pikiran mereka kecuali dunia. Mulai dari tidur hingga tidur kembali tidak ada niatan lain kecuali dunia. Sehingga mereka ini disebut Allah Ta’ala seperti binatang ternak, sebagaimana dalam alqur’an ;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka. [ QS. Muhammad : 12 ].
Kedua : yaitu orang-orang yang mengakuai adanya kehidupan setelah mati. Mereka adalah orang-orang islam yang telah bersyahadat. Dan diantara merekapun terbagi menjadi tiga bagian :
- Dholimun linafsih. Yaitu orang-orang yang mendholimin diri mereka sendiri. Kelompok ini adalah kelompok yang paling banyak. Mereka lalai akan hakekat kehidupan dunia dan isinya. Mereka cari dunia dengan tidak menghiraukan halal dan haram. Sedangkan merekapun tidak menyalurkan hartanya dalam hal-hal yang baik. Sehingga jadilah dunia menjadi cita-cita mereka tertinggi. Senang dan susah, membenci dan mencintai hanya karena dunia. Mereka inilah orang-orang yang terbuai dan tertipu dengan dunia.
Jika mereka memahami tentang iman, itupu hanya sekedar kata-kata yang diucapkan. Akan tetapi iman mereka belum bisa menuntun mereka untuk memahami hakekat dunia ini. Iman mereka belum bisa menggerakkan badannya untuk mengendalikan dunia dalam rangka taat kepada Allah. Bahkan sebaliknya, jiwa dan raganya ditunggangi dunia dan diperbudak olehnya.
- Muqtashid. Yaitu orang-orang mukmin yang mengambil dunia dengan jalan halal. Mereka juga tunaikan hak-hak harta dunia sesuai dengan perintah islam. Mereka tidak rakus dalam mencari harta, dan bahkan menahan diri dari menumpuk-numpuk harta. Mereka takut jika harta tersebut melalaikan mereka dari dzikrullah. Merekapun takut jika harta tersebut mereka gunakan untuk bermewah-mewah dan bermegah-megah serta kesombongan. Inilah derajad pertengahan tentang sikap seorang mukmin terhadap dunianya.
- Sabiqun bil khoirot. Yaitu derajad orang-orang yang berlomba dalam kebaikan. Tidaklah mereka memilih sesuatu dengan pertimbangan halal atau haram saja. Tetapi mereka lebih memilih mana yang paling baik bagi saya dan untuk akhirat saya.
Mereka inilah orang-orang yang paham terhadap tujuan Allah menciptakan dunia ini. Yaitu untuk menguji hambanya siapakah yang paling baik amalnya. Dengan kepahaman itulah mereka beramal semaksimal mungkin untuk mendapatkan derajad tertinggi di akhirat.
Mereka kurangi beban-beban dunia agar lebih ringan dan tidak menyibukkan mereka dengan harta tersebut. Sabiqun bil khoirat ini mencukupkan dunia sebagaimana seorang musafir yang membutuh perbekalan seadanya hanya untuk mempertahankan diri selama perjalanan. Mereka paham betul dengan hadist Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ;
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)
Itulah ucapan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang ditiru oleh mereka. Bukan berarti mereka lari dari dunia dan hidup dengan meminta. Tetapi saat hati mereka mengarah pada dunia, mereka pupus niatan-niatan dunia tersebut, kemudian ia arahkah hatinya untuk niatan akhirat. Sehingga tidaklah ia mencari rizki, makan, tidur dan seluruh aktifitas mereka kecuali untuk akhiratnya.
Jika Allah mentaqdirkan kita menjadi orang yang berlebih dalam hal harta, maka jadilah seperti Rasulullah sallalllahu alaihi wasallam yang sebenarnya kaya jika beliau mau mengambil bagian harta dari rampasan perang. Tetapi beliau lebih suka hidup sederhana yang kadang beberapa hari tidak mengepul asap dirumahnya. Bahkan alas tidur beliau adalah tikar yang meninggalkan bekas di badan saat setelah memakainya.
Atau seperti Abdurrahman bin ‘Auf. Seorang jutawan dan milyader yang hartanya dipergunakan untuk perjuangan islam dan menegakkan diin ini. Beliau tidak menggunakan hartanya untuk kepentingan pribadi dan bermegah-megahan. Bahkan beliau jarang makan makanan yang lezat karena takut kenikmatan di akhirat akan terkurangi dengan kenikmatan dunia yang beliau rasakan. Inilah hakekat zuhud. Yaitu meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat dan membahayakan pada kehidupan akhirat.
Cinta pada dunia yang mendalam memang akan membahayakan akhirat. Sebaliknya, cinta akhirat yang mendalam pasti akan membahayakan dunianya. Dan sebagai seorang mukmin harus lebih mengutamakan yang kekal dibandingkan yang fana. [ Amru ].