Wahai saudaraku, wahai anakku, Jika kamu lemah dalam menghafal, sulit dalam memahami, lambat dalam membaca, atau mudah lupa, janganlah berputus asa dan minder. Karena semua itu adalah penyakit yang akan hilang jika azammu kuat dan usahamu hebat. Syaikh Assadhan dalam kitabnya “Ma’alim Fii Thoriiqi Tholabil ‘Ilmi” menceritakan bahwa Al Imam Askari Rahimahullah termasuk yang menghadapi semua ini. Akan tetapi beliau berhasil mengobati dan melewati semua ini dan menjadi seorang ulama besar dengan Juhdun Mutawaashil (kesungguhan yang terus menerus.
Meskipun beliau sulit menghafal dan memahami bait qosidah tetapi beliau tidak putus asa. Beliau terus membaca, menghafal, memahami, membaca, menghafal, memahami 2000 bait siang dan malam. Dan akhirnya beliau pun berhasil. Bahkan ada seorang ulama yang membaca satu ilmu diulang ulang hingga ratusan kali dan barulah yang keseratus kalinya beliau baru bisa memahmi ilmu tersebut.
Apalagi kita. Oleh karenanya janganlah mudah putus asa. Terus bacalah ilmu itu, baca terus, baca terus, dan baca terus, meskipun kita pernah mempelajarinya, meskipun kita pernah membacanya. Karena kita tak mengerti pada bacacaan ke keberapakah Allah akan memberikan pemahaman itu.
Karena setiap kita berbeda, ada yang Allah berikan pemahaman saat ia membaca yang pertama kali. Membaca langsung faham. Ada juga yang kelima kali membaca baru faham. Ada juga yang keseratus kali baru faham. Dan seterusnya. Yang jelas jangan putus asa dan terus tumbuhkan Juhdun Mutawaashil (kesungguhan yang terus menerus).
Jangan pernah bosan dengan ilmu. Jangan pernah meremehkan ilmu. Jangan bosan untuk mendengar ulang. Jangan bosan untuk membaca ulang meskipun itu dan itu saja. Karena kita tidak tahu kapan ilmu itu masuk dalam hati kita.
Ketika kita membaca majalah atau buku, kemudian kita tidak tertarik atau merasa apa yang kita baca biasa-biasa saja tak mengena. Janganlah terus membuang atau melempar majalah tersebut. Simpanlah ! dan suatu saat jika kondisi sudah good mood, hati dan fikiran tenang, carilah dan bacalah kata demi kata, kalimat demi kalimat. Renungi dan resapi. Baca berulang-ulang. Lima kali, tujuh kali, atau sepuluh kali. Maka kamu akan merasakan betapa indah ilmu itu. Betapa berharga ilmu itu. Janganlah kau sia-siakan ilmu.
Mungkin itulah di antara hikmah kenapa Allah mengulang-ulang ayat “Fabiayyi aalaa’i robbikuma tukadzibaan” hingga sekian kali dalam satu surat. Dan mungkin inilah hikmah kenapa kalimat Iqro’ Allah ulang kembali dalam satu surat yang awal diturunkan oleh Allah. Wallahu a’lam bish showab. Yaa Mufahhima sulaiman fahhimni, wa yaa Mu’allima Ibraahim ‘allimni.