KRISIS BUDAYA MALU DI ZAMAN AKHIR
Sahabat oase yang budiman, malu merupakan sifat atau perasaan yang bisa membentengi kita dari melakukan perbuatan yang rendah atau kurang sopan. Agama Islam memerintahkan pemeluknya memiliki sifat malu karena dapat meningkatkan akhlak seseorang menjadi tinggi. Orang yang tidak memiliki sifat malu, akhlaknya menjadi rendah dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu.
Hakikat malu
Imam Nawawi rahimahullah mendefinisikan rasa malu dengan: ”Akhlak terpuji yang mendorong seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang buruk dan mencegahnya dari kelalaian (meremehkan) dalam memenuhi hak para pemiliknya.”
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sesungguhnya sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.” Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sifat malu adalah baik semuanya.”. Rasa malu juga diartikan sebagai perubahan yang menyelubungi seseorang lantaran khawatir kepada sesuatu yang tercela, sesuatu yang sejatinya buruk.
Fenomena malu di zaman ini
Sahabat oase yang budiman, apabila hilang rasa malu, secara bertahap perilaku seseorang akan buruk, kemudian menurun kepada yang lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang hina kepada lebih hina sampai ke derajat paling rendah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallama bersabda, “Sesungguhnya Allah apabila hendak membinasakan seseorang, Dia mencabut rasa malu dari orang tersebut”.
Fenomena hari ini bisa kita lihat dalam kehidupan pribadi seseorang maupun bersama/jama’i. dalam kehidupan pribadi kita lihat fenomena menurunnya rasa malu dalam mencari rezeki, tidak malu lagi mencari dari jalur haram. Dalam kehidupan jama’i, seseorang lebih banyak menuntut hak dari pada melaksanakan kewajiban.
Membuka aurat di muka umum, ghibah terang-terangan, mengambil hak milik orang lain tanpa izin, mempermainkan hukum dengan semena-mena yang tajam ke bawah tumpul ke atas, menyerobot jalan orang lain, berdagang jauh dari unsur kejujuran, pinjam uang tidak mengembalikan, dan beberapa contoh perbuatan yang mencerminkan hilangnya rasa malu lainnya. Hal-hal tersebut sudah dianggap menjadi hal yang biasa, kemaksiatan hanya akan membawa kepada kemaksiatan berikutnya yang lebih besar ketika tidak segera bertaubat.
Karakter malu seorang muslim
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad, rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallama berkata, “Ucapan kenabian yang paling awal diketahui manusia adalah jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apapun yang kamu mau”. Hadits ini memberikan pemahaman bahwa ini adalah sindiran bagi mereka yang dengan rasa bangga melakukan kemaksiatan, kejahatan, dan dosa. Selain itu, dari hadis tersebut dapat diambil pemahaman bahwa ancaman bagi mereka yang tidak mempunyai rasa malu dengan melakukan apa saja yang dikehendakinya, dengan tidak menghiraukan batasan dan larangan agama. Jadi, hadis tersebut bukan mengizinkan kita untuk berbuat semaunya.
Sifat malu merupakan ciri khas akhlak dari orang beriman. Orang yang memiliki sifat ini jika melakukan kesalahan atau yang tidak patut bagi dirinya makan akan menunjukkan rasa penyesalan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki rasa malu, merasa biasa saja ketika melakukan kesalahan dan dosa walaupun banyak orang lain yang mengetahui apa yang telah dilakukannya.
Islam menempatkan budaya rasa malu sebagai bagian dari keimanan seseorang. Orang yang beriman pasti memiliki sifat malu dalam menjalani kehidupan. Orang yang tidak memiliki rasa malu berarti seseorang bisa dikatakan tidak memiliki iman dalam dirinya meskipun lidahnya menyatakan beriman. Rasulullah SAW bersabda, ”Iman itu lebih dari 70 (tujuh puluh) atau 60 (enam puluh) cabang, cabang iman yang tertinggi adalah mengucapkan ‘La ilaha illallah’, dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan, danrasa malu merupakan cabang dari iman.” (HR Bukhari-Muslim).
Sifat rasa malu
Ada tiga macam sifat malu yang perlu melekat pada seseorang. Sifat pertama, rasa malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh dihadapan Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Rasa malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal soleh serta pengabdian seseorang kepada Allah SWT dan umat manusia.
Sifat kedua, rasa malu kepada sesam manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran dan tuntunan agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran rasa malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari dosa.
Sifat ketiga, malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini sesungguhnya Allah tidak pernah tidur dan maha melihat apa yang diperbuat hambanya.
Mengingat sifat malu merupakan hal yang sangat penting sebagai benteng pertahanan untuk memelihara akhlak seseorang dan sumber utama dari kebaikan, maka sifat inilah yang perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik oleh setiap individu muslim baik didalam kantor, lingkungan masyarakat, keluarga dan dimanapun berada, karena sifat malu dapat memilihara serta menjaga dan menunjukkan keimanan seseorang.
Rasa Malu Yang Salah
Sahabat oase yang budiman, ketahuilah bahwa diamnya seseorang untuk mengatakan kebenaran dan mengingkari kemungkaran bukan termasuk malu yang dibenarkan. Demikian juga seseorang malu dalam melakukan amal shalih. Kita dapati sebagian orang merasa malu jika melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid, mendatangi pengajian, bersedekah dan malu dalam melakukan kebaikan lainnya. Malu yang seperti ini tidak pada tempatnya.
Dan bukan termasuk malu, apabila seseorang enggan bertanya tentang perkara-perkara agamanya, karena hakekat sifat malu adalah mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan, bukan untuk menghalanginya. Semoga karuniakan malu di dalam diri kita semua, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita menuju jalan yang diridhoiNya. (Mukhlish)