MENCARI SEKOLAH YANG TEPAT UNTUK ANAK KITA
Oleh: Ust. Naufal Masunika
( Da’i dan Konsultan Griya Keluarga Sakinah Solo
Ilmu merupakan perkara besar dan sangat penting. Ia merupakan poros dan asas kebaikan. Dengan ilmu seseorang mengenali kebaikan yang mengantarkan ke surga dan menghindari keburukan yang bisa menjerumuskan ke neraka. Seorang Muslim mengetahui tugas dan kewajibannya kepada Allah pun dengan ilmu. Singkatnya, ilmu adalah bekal sekaligus panduan dalam mengarungi kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
Ilmu adalah referensi tindakan. Pepatah arab mengatakan ‘Al Insanu aduwwun bima jahuula’ (manusia menjadi musuh atas kebodohannya). Seluruh pilihan aktifitas hidup seseorang dikendalikan olehnya. Pun kemuliaan dan kehormatan seseorang tersebab ilmu. Namun ilmu tidak serta merta menjadikan seseorang berada dalam derajat kemuliaan manakala tidak dibarengi dengan pendidikan berbasis tauhid. Pendidikan (tarbiyah) adalah untuk memperbaiki dan meluruskan sesuatu dengan pemeliharaan dan peningkatan potensi yang dilakukan secara bertahap. Pendidikan ini ibarat alat untuk memandu agar ilmu dapat termanfaatkan dengan baik, oleh orang yang baik dan dengan cara yang baik.
Mentradisikan Ilmu Dalam Keluarga
Dalam pandangan Islam, pada dasarnya pendidikan anak menjadi tanggung jawab orang tuanya, bukan tanggung jawab sekolah atau pesantren. Yang memprihatinkan, justru dunia pendidikan kita saat ini didominasi pola pikir dan tujuan mencetak buruh atau pekerja yang baik, bukan menjadikannya beriman dan bertaqwa. Sekolah dipandang baik manakala memiliki proyeksi lulusannya memiliki ketrampilan tertentu dan bisa mengisi lowongan pekerjaan di beberapa sektor. Padahal Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam telah mengingatkan,
“Barangsiapa mencari ilmu supaya disebut orang alim (ulama’), dan supaya bisa berdebat dengan orang bodoh, atau supaya jadi perhatian manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Menuntut ilmu itu wajib, tapi harus dilakukan dengan niat yang benar dan dengan cara yang benar pula. Dalam’maraatibul ilmi’ (derajat ilmu), ada ilmu fardhu ‘ain yang wajib dipelajari setiap muslim dan ilmu fardhu kifayah yang hanya wajib dimiliki sebagian orang muslim. Dalam Kitab Ta’liimul Muta’allim disebutkan bahwa yang wajib dicari adalah ilmu al-haal. Yakni, ilmu yang diperlukan agar seorang bisa menjalankan kewajibannya dengan baik. Dan di antara kewajiban orang tua adalah mendidik anak-anaknya dengan baik, agar satu keluarga itu selamat dari api neraka.
- Adian Husaini dalam buku Kiat Menjadi Guru Keluarga telah mengingatkan, orang tua perlu memahami ‘Konsep Ilmu dalam Islam’, agar ia bisa mengarahkan anaknya untuk menempuh pendidikan yang benar dan tepat. Dalam ajaran Islam, ada konsep adab mencari ilmu. Bahkan, adab lebih didahulukan ketimbang ilmu. Akhirnya, karena tidak paham tentang ilmu maka tidak sedikit yang menyangka kewajiban orang tua adalah cari uang untuk menyekolahkan anak. Ia merasa sudah melaksanakan kewajiban sebagai orang tua, jika dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah favorit. Ia tidak merasa berkewajiban untuk mencari ilmu agar bisa mendidik anak-anaknya dengan baik.
Bermula dari Rumah
para orang tua bisa mendidik anak dalam mempraktekkan nilai-nilai robbaniyah di kehidupannya demi mengantarkannya kepada ridha Allah Ta’ala. Praktek nilai-nilai robbaniyah itulah yang disebut dengan adab atau akhlaqul karimah. Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu menjelaskan makna quu anfusakum wa ahlikum naaron (Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka) adalah ‘addibhum wa ‘allimuhum’ (Didiklah mereka dan ajarkan ilmu kepada mereka). Atau dengan kata lain, ajari ia adab lalu ajarkan ilmu kepadanya. Jadikan anakmu beradab sebelum berilmu. Adab kepada Allah, jangan mempersekutukan Allah. Setelah itu adab kepada orang tua, hormati dan jangan didurhakai. Begitu seterusnya.
Adab bukan hanya diajarkan, tapi juga dicontohkan. Bukan hanya dicontohkan, tapi dibiasakan dan didisiplinkan. Maka konsep terpenting dalam pendidikan anak adalah keteladanan. Orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik pada anak. Anak-anak lebih mudah untuk meniru perilaku orang-orang di sekitarnya, terlebih orang tuanya. Dengan melihat contoh konkrit dari kedua orang tuanya yang memiliki ikatan emosi yang lekat dengannya akan membentuk budaya dan pembiasaan diri yang positif di rumah.
Ikat hati anak sebelum menasehatinya. Nasehati, beritahu dan ajari dia sebelum memerintahkan sesuatu padanya. Anak yang jarang melihat wajah orang tuanya dan berbicara dengan mereka, jangan harap bisa mengikat hatinya apalagi mendengarkan nasehatnya. Banyak para ayah yang terlalu sibuk di luar rumah yang konon untuk anaknya, namun anaknya malah tidak menginginkan dirinya, melainkan hanya uangnya saja. Wal’iyadzubillah.
Pendidikan Terbaik Dalam Perspektif Al-Qur’an
Banyak rahasia diungkapkan Al-Quran dalam praktek pendidikan keluarga. Sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam, Ishaq ‘Alaihissalaam, Ya’qub ‘Alaihissalaam, dst. Begitupun kisah potret keluarga manusia biasa yang notabene bukan nabi, Luqmanul Hakim dan Keluarga Imron. Rahasia sukses ini dibabar dalam banyak ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Ta’ala,
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)
Pendidikan haruslah merupakan usaha integral yang terencana dengan baik dalam rangka memenuhi unsur-unsur tarbiyah terbaik yang akan mengantarkan ummat menuju khoiru ummah. Dimulai dengan membacakan ayat-ayat Allah (tilawah). penyucian hati, jiwa dan mal (tazkiyah). Kemudian penguatan adab dan pembangunan karakter (ta’dib) serta pengajaran ilmu (ta’lim) Al-Qur’an dan Al-Hikmah. Metode tilawah, tazkiyah, dan ta’lim sebagai inti pendidikan Islam ini telah dipraktekkan oleh para Nabi dan Rasul terdahulu turun-temurun untuk mengembalikan manusia ke jalan yang lurus.
Karenanya berbicara mengenai sekolah yang tepat untuk anak, haruslah institusi pendidikan yang dalam kurikulumnya mengandung muatan materi di atas, agar siswa atau santrinya memiliki keimanan yang kuat dan terhindar dari kesesatan. Mengingat pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam,
“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim no. 118)
Saat ini umat Islam menghadapi satu tantangan akidah dan ujian keimanan yang hebat dan belum pernah mengalami masalah keimanan yang lebih berat ketimbang yang dihadapi di zaman modern ini. Maka lembaga pendidikan Islam harus bisa menjadi benteng pertahanan aqidah Islam untuk menyelamatkan anak didiknya dari serangan gencar paham-paham menyesatkan dan bisa menghancurkan keimanan. Dibutuhkan guru-guru berkualitas. Karena di tangan guru-guru yang berkualitas inilah kunci kebangkitan suatu umat atau bangsa.
Para orang tua tidak boleh serampangan dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya. Jangan hanya memikirkan dunia saja hingga menukarnya dengan agama. Masa depan yang kebanyakan dipikirkan orang tua hari ini ternyata hanya masa kini. Padahal masa depan yang sesungguhnya adalah kebesaran Islam, adapun kemenangan sesungguhnya adalah Jannah-Nya Allah Ta’ala.
Para orang tua harus bisa mengarahkan anaknya sesuai dengan kebutuhan kepemimpinan dunia Islam di masa mendatang yang pasti akan terjadi biidznillah, agar kembali berjaya memimpin bumi. Sekolah tempat dimana anak-anak akan digembleng haruslah yang bisa mendekatkannya dengan Al-Qur’an. Karena orang-orang hebat terdahulu selalu memulai dengannya. Selanjutnya, orang tua bisa menyiapkan anak-anaknya untuk menjadi pejuang (mujahid) di berbagai bidang serta mengarahkan mereka menuju keahlian tersebut. Jangan sampai anak-anak belajar berbagai jenis ilmu selama belasan atau puluhan tahun, tetapi mereka tidak memiliki cita- cita untuk berjuang dan mengamalkan ilmunya, agar bemanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, negara, dan umat manusia pada umumnya. Jiwa pejuang inilah yang harus terus ditanamkan pada anak-anak, agar kehidupan mereka menjadi lebih berarti.
Para salaf telah memberikan teladan yang baik terkait tata cara, adab, dan metode yang benar dalam menuntut ilmu. Semoga dengan meneladani mereka, ilmu yang kita dapatkan akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan membawa kita menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya serta mengangkat derajat kita di sisi Allah Ta’ala.